Pengembangan Wilayah Dan Implikasinya Terhadap Kebutuhan Analisis Dengan Sistem Informasi Geografis

Abstrak

Tulisan ini memberikan gambaran tentang konsep pengembangan wilayah, arah dan startegi pengembangan wilayah serta prospek sistem informasi geografis dalam pengembangan wilayah dalam era otonomi daerah. Dalam tulisan ini pengembangan wilayah diartikan dengan upaya pemberdayaan manusia atau stake holders dengan pendekatan sistem. Membangun sistem berarti menumbuhkan sikap taat asas dan taat aturan, bukan sekedar mewujudkan produk. Hal ini berarti membina dan menumbuhkan etika untuk menggapai hasil, bukan asal mencapai hasil, apalagi menghalalkan segala cara. Dalam konteks ini peran informasi yang berreferensi geografis yang terstruktur dan mudah didapat menjadi penting. Namun pada akhirnya pengembangan sistem informasi geografis akan sangat bergantung pada kesiapan kita sendiri, khususnya profesional yang bergerak dalam dunia sistem informasi.

Pendahuluan
Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurut MT Zen dalam buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrument yang digunakan.

Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, Pemerintah, Pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dengan lebih tegas MT Zen menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri.

Dalam konteks ini sistem informasi merupakan instrument atau alat untuk memberdayakan rakyat. Sebagai instrument, sistem informasi harus mempermudah dan memperlancar proses pemberdayaan rakyat, bukan menghambat atau malahan memberi masalah. Dengan demikian Sistem Informasi Geografi (SIG) yang merupakan tatanan dalam mem-provide data, mengelola, memproses dan menyajikan informasi, harus mudah dan praktis (user friendly) digunakan. Pembangunan sistem harus diorientasikan pada proses pemberdayaan rakyat tersebut, yaitu dengan antara lain memperlancar dan memperpendek birokrasi, bukan membangun sistem for the sake of sistem them self, seperti yang banyak kita jumpai. Karena pada hakekatnya membangun sistem berarti menumbuhkan sikap taat asas dan taat aturan, bukan sekedar mewujudkan produk. Hal ini berarti membina dan menumbuhkan etika untuk menggapai hasil, bukan asal mencapai hasil, apalagi menghalalkan segala cara, yang akan lebih cenderung machiaveli’s.

Untuk itu, membangun Sistem Informasi Geografi berarti membangun 4 (empat) aspek utama secara totalitas, seperti yang disebutkan oleh Dangermond, J (Fundamentals of GIS, 1983), yaitu (1) aspek data, (2) aspek SDM, (3) aspek perangkat atau software dan hardware, dan (4) aspek institusi yang diwujudkan dalam bentuk kelembagaan dan tatalaksananya. Empat aspek tersebut menyatu dan tidak bisa dipisahkan. SIG tidak bisa hanya terdiri dari data dan SDM atau data dan alat atau perangkat saja, jadi harus mencakup semua aspek di atas. Apabila dicermati berdasar aspek tersebut, maka prospek SIG dalam pengembangan wilayah sangatlah menantang.

Tidak ada komentar: